Iklan 3360 x 280
iklan tautan
Patriot NKRI - Pasca kemerdekaan, terjadi agresi Belanda kedua. Setelah sekutu berhasil merontokkan dominasi Jepang di Asia dan Asia Tenggara, Belanda segera melancarkan aksi sipil menduduki kembali negara jajahan yang ia namakan Hindia Belanda (Foto Cover: Bung Karno dengan seorang anak yang terluka, korban perang 1946).
Sementara bagi kita, Hindia Belanda sudah terkubur, seketika bersamaan tertancapnya sang saka merah putih, panji Republik Indonesia. Fase ini disebut sebagai fase perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Masyarakat baru mengakui manfaat Bung Karno menyetujui pembentukan PETA.
Baca Juga: Mengharukan..! Perjuangan Sang Jenderal KURUS Kering, Bermantel LUSUH, dan Berparu-Paru SEBELAH
Menyongsong mendaratnya kembali sekutu di bumi Indonesia, Bung Karno sekali lagi, menunjukkan karakter yang kuat sebagai lokomotif perjuangan bangsa. Ia mengatur strategi perlawanan, mulai dari perlawanan diplomasi sampai ke perlawanan bersenjata.
Bung Karno bahkan muncul menunjukkan heroisme yang berkobar-kobar. Berikut adalah salah satu peristiwa yang terjadi di Magelang, yang dikutip oleh Bagin dalam bukunya “Pemahaman Saya tentang Ajaran Bung Karno.” Juga ditulis Roso Daras di buku Total Bung Karno.
Tersebutlah suatu waktu menjelang tahun 1946 di Magelang, Jawa Tengah. Bung Karno mendengar seorang anak menjadi tawanan di markas tentara Sekutu. Ia menuju ke Magelang.
Setiba di depan markas serdadu Inggris tempat seorang anak Indonesia ditawan, Bung Karno berhenti. Ia berjalan tegap dan mantap menuju pintu gerbang benteng serdadu Inggris dengan satu tekad, membebaskan seorang anak yang ditahan musuh.
Langkahnya makin mendekati jarak sasaran tembak, ketika terdengar teriakan, “Jangan tembak!”. Suara tersebut menghentikan serdadu yang siap menembak.
Faktanya, memang tak satu peluru pun dimuntahkan oleh prajurit-prajurit Sekutu. Sebaliknya, Bung Karno masuk dan sebentar kemudian sudah keluar membawa seorang anak belasan tahun yang menjadi tawanan serdadu Inggris.
Peristiwa itu mengukuhkan pribadi Soekarno yang sukarela menawarkan nyawanya untuk ditukar dengan seorang tawanan anak. Kisah itu, tidak hanya merasuk menyemangati setiap prajurit bersenjata bambu runcing, tetapi juga terdengar hingga ke telinga para Jenderal sekutu.
Sumber: nasional.news.viva.co.id